MAKALAH SOSIOLOGI PERTANIAN
“ASPEK-ASPEK EKONOMI KAUM TANI”
Disusun
Oleh :
- Emma Aswarini (4441131661)
- Fitriana Ayu Puspitasari (4441131681)
- Panji Demokrasi (4441131595)
- Ripaldi Harahap (4441131663)
Kelas
: 2B Agribisnis
Kelompok : 9
JURUSAN AGRIBISNIS FAKULTAS
PERTANIAN
UNIVERSITAS SULTAN AGENG TIRTAYASA
KATA PENGANTAR
Puji
syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat serta
karunia-Nya kepada kami sehingga kami dapat menyelesaikan makalah
ini yang berjudul “Aspek-Aspek Ekonomi Kaum Tani”. Penulisan makalah ini merupakan
salah satu tugas untuk memenuhi nilai mata kuliah
sosiologi pertanian.
Terima
kasih kami ucapkan kepada seluruh pihak yang telah berjasa membantu kami dalam
menyelesaikan makalah ini :
1. Ibu
Asih Mulyaningsih,
SP., M.Si, selaku
dosen mata kuliah sosiologi pertanian yang telah mengarahkan dan
memberikan materi kepada kami.
2. Rekan-rekan kelompok 9, yang turut aktif membantu
terselesainya makalah ini.
Semoga makalah ini dapat berguna dan
bermanfaat bagi semua pihak terutama kami sebagai penulis. Apabila terdapat
kesalahan dalam penyusunan makalah ini, baik penulisan atau yang lainnya,
penulis memohon maaf yang sebesar-besarnya.
Serang,
29 Mei
2014
Penulis
DAFTAR ISI
KATA
PENGANTAR ……………………………………………………………..….………i
DAFTAR
ISI ………………………………………………………………………...………..ii
BAB
I PENDAHULUAN
1.1.
Latar Belakang …………………………………………………………………….……..1
1.2.
Rumusan Masalah ………………………………………………………………….…….2
1.3
Tujuan Masalah …………………………………………………………………….……..2
BAB
II PEMBAHASAN
2.1.
Ekotipe-ekotipe Paleoteknik ……………………………………………………….……3
2.2.
Sistem Tanam Padi-padian Eurasia ………………………………………………….….5
2.3.
Ekotipe-ekotipe Neoteknik ……………………………………………………………...5
2.4.
Disposisi Surplus Petani ………………………………………………………………...6
2.5.
Penyedian Barang dan Jasa Komplementer …………………………………………….7
2.6.
Tipe-tipe Domain ……………………………………………………………………….8
BAB
III PENUTUP
3.1.
Kesimpulan ……………………………………………………………………………..9
DAFTAR
PUSTAKA ………………………………………………………………………10
BAB I PENDAHULUAN
1.1.
Latar Belakang
Indonesia merupakan suatu negara
agraris atau pertanian karena
sebagian besar penduduk Indonesia mempunyai pencaharian di bidang pertanian
atau bercocok tanam. Dimana Indonesia
sejak masa kolonial
sampai sekarang tidak dapat dipisahkan dari sektor
pertanian, karena sektor ini memiliki arti yang sangat penting dalam menentukan
pembentukan berbagai realitas ekonomi dan sosial masyarakat di berbagai wilayah
Indonesia. Sektor ini juga perlu menjadi salah satu komponen utama dalam
program dan strategi pemerintah untuk mengentaskan kemiskinan. Terlebih lagi sistem ekonomi di
perdesaan ternyata masih mengandalkan produksi pertanian sebagai sumber utama
dengan sektor industri kecil sebagai penambahnya.
Ekonomi
pertanian merupakan motor penggerak dan juga penentu keberhasilan dalam upaya
pembangunan pertanian. Jika
kita berbicara mengenai bagaimana ekonomi petani pedesaan ada tiga bagian
persoalan yang akan dimunculkan yaitu pertama adalah sistem terpenting untuk
memperoleh makanan dan keuntungan dari tanah petani yang mereka miliki, kedua
bagaimana cara-cara petani untuk mendapatkan barang dan jasa yang tidak mereka
hasilkan sendiri, dan yang ketiga berkaitan dengan antara kaum tani dan mereka
yang memperoleh nafkah hidup dari kegiatan-kegiatan petani itu sendiri.
Petani
mempunyai strategi untuk mendapatkan barang dan jasa yang tidak mereka hasilkan
sendiri. Dalam kehidupan rumah tangga petani ada banyak hal yang harus
diperhatikan, yakni: kebutuhan akan kehidupannya, persoalan yang muncul dalam
pergantian penerus generasi dan upacara serimonial. Kaum tani pun menyesuaikan
diri dengan keadaan ekologis, untuk mendapatkan seperangkat pengalihan makanan
dan alat-alat dalam menggunakan sumber energi organik di proses produksinya. Kedua perangkat tersebut secara
bersamaan membentuk satu sistem pengalihan (transfer)
energi dari lingkungan (ecotype)
kepada manusia.
1.2. Rumusan Masalah
1. Apa yang dimaksud dengan
ekotipe-ekotipe paleoteknik
2. Bagaimana sistem tanam
padi-padian Eurasia
3. Apa yang dimaksud
ekotipe-ekotipe neoteknik
4. Bagaimana penyediaan barang dan
jasa komplementer
5. Apa yang dimaksud dengan
disposisi surplus petani
6. Apa saja tipe-tipe domain
1.3. Tujuan
1. Untuk mengetahui penjelasan tentang ekotipe-ekotipe
paleoteknik
2. Untuk mengetahui bagaimana sistem tanam padi-padian
eurasia
3. Untuk mengetahui penjelasan tentang ekotipe-ekotipe
neoteknik
4. Untuk mengetahui bagaimana penyediaan barang dan jasa
komplementer
5. Untuk mengetahui tentang disposisi surplus petani
6. Untuk mengetahui apa saja tipe-tipe domain
BAB II PEMBAHASAN
2.1.
Ekotipe-ekotipe Paleoteknik
Sistem ekonomi masyarakat di perdesaan tidak dapat
dilepaskan dari kedudukannya sebagai petani yang melakukan kerjasama dengan
alam. Dalam konteks ini kemudian dikenal istilah ekotipe. Ekotipe adalah sistem
pengalihan energi dari lingkungan kepada manusia. Ekotipe pun dibagi menjadi dua,
yaitu ekotipe
paleoteknik dan ekotipe neoteknik.
Ekotipe paleoteknik merupakan
ekotipe yang menggunakan tenaga manusia dan hewan. Dimana
pencocok tanam (cultivator) dan bukan pencocok tanam hidup dari hasil tanaman
yang sama. Jenis ekotipe ini merupakan pengolahan
tanah yang terlahir langsung saat Revolusi Pertaniaan Pertama. Kriteria
utama mengenai ekotipe-ekotipe petani paleoteknik itu sendiri adalah tingkat
penggunaan sebidang tanah tertentu dalam perjalanan
waktu tertentu.
Perbedaan
pokok antara ekotipe-ekotipe itu dapat dinyatakan berdasarkan luas tanah yang
digunakan. Dengan demikian bagaimana para petani dapat menggunakan tanah dengan
sebaik-baiknya dan akan lebih baik apabila
petani mampu menjadikan sebidang tanah dengan penghasilan yang baik dalam
jangka waktu yang singkat
pula.
Ada
beberapa
bentuk ekotipe paleoteknik yang utama antara lain :
1.
Sistem berladang (swidden
system)
Adalah suatu sistem tanam dimana
tanah yang tandus dibiarkan saja dalam
jangka waktu tertentu, kemudian bercocok tanamnya menggunakan tajak atau
cangkul. Ladang
berpindah atau swiddenagriculture
adalah kegiatan manusia yang dilakukan selama beribu-ribu tahun. Beberapa
masyarakat adat kita masih menggunakan teknologi ini sebagai bagian dalam
memanfaatkan lahan yang ada di sekitar mereka untuk bertanam padi atau berkebun.
Dalam sistem berladang membuka tanah dikaitkan dengan
pembakaran hutan. Setelah ladang dipakai, dan tidak subur lagi, mereka akan meninggalkan
daerah tersebut dan menuju ladang lain yang pernah dibuka sebelumnya.
Bagi mereka, membuka lahan yang sudah pernah dibuka sebelumnya jauh lebih
mudah. Kayu hutan sekunder secara logika memang lebih lunak dari hutan primer.
Ladang-ladang yang ditinggalkan dibiarkan terus hingga menjadi hutan sekunder
dengan pohon tumbuh berdiameter sekitar 05-07 m (Dyson, 1995).
Hasil pembukaan
ladang dengan cara membakar lokasi juga menimbulkan dinamika tersendiri pada
pembentukan komunitas fauna tanah. Pada ladang yang sedang mengalami suksesi,
jenis detritivor banyak ditemukan. Kondisi tersebut wajar mengingat lahan
suksesi tinggi tingkat mortalitasnya akibat pergantian rezim tanaman yang ada
(Sulistyaningtyas, 1995).
Ternyata, membuka
peladangan dengan system swidenagriculture mampu membuat hutan
mengalami regenerasi dengan baik bila dilakukan
dengan benar. Hutan menjadi bervariasi, kaya akan jenis sesuai dengan teori
intermediate level disturbance. Permasalahan yang timbul adalah bila yang melaukan
tidak mengetahui kearifan lokal. Mereka tidak
punya pengetahuan tentang tipe lahan yang cocok dan akibatnya asal membuka
lahan. Sering kali timbul kebakaran besar bila lahan gambut yang dibuka,
atau kehancuran total bila lahan hutan kerangas yang dibuka. Hutan tidak
bisa kembali ke kondisi stabil dan cenderung
menjadi daerah alang-alang atau
menjadi semi gurun, bahkan gurun.
2.
Sistem tanam sebagian (sectorial following system)
Adalah suatu sistem tanam dimana
tanah yang akan ditanami dibagi dua bagian atau lebih, dan ditanami selama dua
sampai tiga tahun lalu dibiarkan kosong selama tiga sampai empat tahun. Sistem
tanah sebagian ini
sering kali dijumpai di Afrika Barat dan pegunungan Meksiko.
3.
Sistem tanam bergilir dengan siklus
singkat (shorterm following system)
Adalah suatu sistem tanam dimana
tanah ditanami selama satu sampai dua tahun, lalu untuk menanam kembali harus
dibiarkan kosong terlebih dahulu selama satu tahun.
4.
Sitem tanah permanen (permanent cultivation)
Adalah suatu sistem tanam yang
berkaitan dengan teknik-teknik yang menjamin penyediaan air yang permanen bagi
tanaman yang sedang tumbuh (sistem hidrolik). Sistem
itu dinamakan sisitem hidrolik oleh karena ketergantunganya kepada pembangunan
sarana-sarana pengairan. Misalnya, pada mediterania dan transalpina.
5.
Penanaman permanen lahan-lahan pilihan (permanent cultivation
of favored plots)
Adalah
penanaman permanen lahan-lahan pilihan, dengan
satu jalur tanah di daerah belakang yang dapat dimanfaatkan secara sporadis.
Berdasarkan
beberapa
ekotipe-ekotipe paleoteknik diatas sebenarnya kita dapat mengambil kesimpulan
beserta opini bahwa seharusnya para petani sudah mampu mengelola tanahnya
dengan baik dan nantinya juga dapat memperoleh hasil yang maksimal pula, karena
dengan adanya ekotipe-ekotipe diatas petani sudah bisa membedakan mana yang
cocok dan tidak untuk mereka jadikan patokan untuk bertani.
2.2.
Sistem Tanam Padi-padian Eurasia
Lingkungan
alam di dunia dan faktor-faktor sosial ekonomi
menentukan jenis perbedaan keragaman dalam sistem tanam. Selain mencerminkan
pemanfaatan berbagai lahan pertanian yang berbeda sebagai sistem bera, sistem
rekreasi, sistem pertanian berturut-turut, sistem pertanian intensif bertahan,
tetapi juga sesuai dengan standar yang berbeda dibagi menjadi beberapa jenis.
Pengolahan tanah dalam sistem tanam padi-padian Eurasia
berkaitan dengan
produksi padi-padian dan hewan ternak, misalnya sapi, kerbau, dll. Hewan ternak
dianggap sebagai leluhur yang sesungguhnya dari mesin-mesin modern. Hal ini
karena hewan ternak mempunyai peranan yang sangat penting dan sangat
menguntungkan bagi daerah-daerah yang memiliki sedikit tenaga kerja di sektor
pertanian. Tenaga
kerja hewan ternak digunakan
untuk pengolahan tanah dan angkutan, karena kemampuannya
sebagai tenaga kerja penarik bajak tidak diragukan lagi. Selain itu, kotoran
yang dihasilkan dapat berfungsi sebagai pupuk kandang pengganti anorganik.
Penggunaan hewan-hewan peliharaan yang besar seperti sapi jantan atau kuda
dalam pertanian sangat memperbesar energi mekanis yang tersedia bagi mereka
yang dapat memasang hewan-hewan itu pada bajak atau peralatan lainnya. Dalam
hal ini sapi jantan dan kuda berfungsi sebagai mesin organik. Konsekuensinya
adalah bahwa manusia dapat menundukkan daerah-daerah yang lebih luas dan
tentunya juga harus dengan pertimbangan yang lebih matang, tentang bagaimana menjalankan
proses tersebut dengan tepat guna. Peranan binatang kecil seperti semut dan
cacing juga tidak dapat diabaikan. Cacing misalnya, berperan dalam proses
pembusukan sisa makanan menjadi bahan organik. Tetapi, tak dapat dapat
dipungkiri bahwa ada kalanya binatang menjadi musuh petani seperti tikus sawah
dan babi hutan yang kerapkali merusak tanaman.
2.3. Ekotipe-ekotipe Neoteknik
Ekotipe neoteknik merupakan ekotipe yang sangat bergantung pada energi yang berasal dari bahan bakar
dan ketrampilan yang berasal dari pengetahuan. Jenis ekotipe ini merupakan Revoluis Pertanian Kedua
yang lahir di Eropa, dan berlangsung sejalan dengan Revolusi Industri dalam
abad ke-18.
Pertanian ekotipe ini dipengaruhi
oleh kemajuan revolusi pertanian kedua yang ditandai oleh :
a.
Pengolahan lahan pertanian sepanjang tahun yang
dibantu oleh pengembangan rotasi tanaman dan penggunaan pupuk buatan.
b.
Perbaikan mutu tanaman dan ternak.
c.
Didatangkannya tanaman baru dan kecenderungan
spesialisasi regional untuk tanaman-tanaman tertentu.
d.
Digunakan mesin baru.
Bentuk utama ekotipe neoteknik
adalah :
a. Specialized Horticulture, yaitu hortikultura yang
dispesialisasikan, dengan bercirikan produksi hasil kebun anggur diatas lahan
yang dipelihara secara permanen.
b. Dairy farm, yaitu perusahaan susu, dengan
bajak dan siklus rotasi lahan yang pendek.
c. Mixed farming, yaitu pertanian campuran,
dimana petani memelihara hewan ternak dan bercocok tanam untuk tujuan yang
bersifat komersial.
d. Crops of the topic, yaitu hasil perkebunan daerah
tropis, misalnya kopi, tebu atau coklat, dll.
2.4. Penyediaan Barang dan Jasa Komplementer
Bagian lain yang menguhubungkan
produsen dan konsumen adalah adanya penyediaan barang dan jasa. Penyediaan
barang dan jasa komplementer, dilakukan oleh :
1.
Sectional markets (pasar seksional), yaitu pasar
yang terdiri dari kelompok-kelompok yang terdapat di luar pasar, tapi dalam
satu jaringan pertukaran menjadi satu bagian, dan tindakan pertukaran
menghubungkan bagian satu dengan bagian lain. Dalam pasar seksional, segala
sesuatu yang dibawa produsen ke pasar ditentukan oleh monopoli-monopoli
tradisional komunitas-komunitas dimana mereka menjadi anggotanya.
2.
Network markets (pasar jaringan), yaitu jenis
pasar yang tidak tergantung kepada interaksi tradisonal antara
monopoli-monopoli berdasarkan kebiasaan dalam suatu sistem regional yang
tertutup. Dalam pasar jaringan, setiap orang dihubungkan dengan orang lain
dalam satu jaringan.
2.5.
Disposisi Surplus Petani
Sistem pasar pada akhirnya mendominasi masyarakat secara
keseluruhan, ia juga membuyarkan monopoli kelompok yang berada pada tingkat
setempat, apakah yang terkandung dalam hubungan-hubungan patron klien ataupun dalam pengaturan yang dipertahankan dalam
pasar seksional. Disini, sistem pemasaran melakukan penetrasi kedalam komunitas,
dan mengubah semua hubungan menjadi hubungan kepentingan tunggal (single
interest relations) individu-individu yang menjual barang.
Pasar pada akhirnya
tidak saja
dapat mempengaruhi dana dan keuntungan petani, akan tetapi juga dana sewa
tanahnya, dan melalui kedua dana itu mempengaruhi keseimbangan yang rapuh antar
dana-dana subsistensi, penggantian, dan seremonial.
Mekanisme pasar
bebas yang berlaku dewasa ini juga ikut menyudutkan petani, karena selama ini
kalangan petani produsen di Indonesia masih memiliki ketidakmampuan
tawar-menawar dengan pembeli untuk memperoleh harga produknya yang wajar.
Ada beberapa hal
yang memposisikan kelemahan daya tawar petani terhadap pembeli produknya,
antara lain umumnya disebabkan karena faktor keterbatasan sarana dan prasarana,
permodalan serta akses informasi pasar.
Faktor
keterbatasan ini, mengakibatkan ketergantungan terhadap rentenir, akibatnya
sebanyak 40 persen dari hasil penjualan panenan menjadi milik para rentenir
atau tengkulak. Keadaan ini membuat peningkatan produktivitas pertanian tidak
lagi menjadi jaminan akan memberikan keuntungan layak bagi petani.
Kondisi ini
semakin parah karena di antara petani produsen Indonesia yang sebahagian besar
adalah rumah tangga miskin, luas lahan yang terbatas dan modal kerja yang minim
tidak mempunyai suatu kelembagaan yang mampu mengorganisasi mereka sehingga
menjadi berdaya.
Upaya yang harus
dilakukan adalah menaikkan daya tawar petani produsen, karena persoalan
mendasarnya adalah posisi lemah petani dalam permainan pasar, dan posisi lemah
pada relasi dengan pelaku ekonomi lainnya. Kelemahan dalam pemasaran terjadi
karena dominasi tengkulak dalam menentukan harga jual produk pertanian di
tingkat petani. Ketergantungan pemenuhan modal kerja untuk pembelian sarana
produksi dari tengkulak atau pemodal menyebabkan praktek ijon dan penentuan
harga jual yang tidak bisa dielakan petani.
2.6. Tipe-tipe Domain
Penyediaan barang dan jasa tidak dapat dilepaskan dari
adanya hak atas tanah atau domain. Domain adalah hak milik tanah pada tingkat terakhir atau
pengawasan atas penggunaan suatu daerah tertentu. Tipe-tipe domain terbagi dalam :
1.
Patrimonial (feodal), hak yang diturunkan
karena warisan, sebagai anggota kelompok-kelompok kerabat atau garis keturunan.
2.
Prebendal (administratif), hak yang
diberikan kepada pejabat yang megutip upeti dari petani dalam kedudukannya
sebagai abdi negara.
3.
Mencantile, tanah milik pribadi digarap dan
dapat diperjual belikan dan digunakan untuk menghasilkan keuntungan bagi
pemiliknya.
BAB III PENUTUP
3.1.
Kesimpulan
1. Ekotipe-ekotipe paleoteknik adalah ekotipe yang
mengandalkan organisme-organisme manusia dan hewan.
2. Pengolahan tanah dalam sistem tanam padi-padian Eurasia
berkaitan dengan
produksi padi-padian dan hewan ternak.
3. Ekotipe-ekotipe neoteknik adalah ekotipe yang
bergantung pada energi yang berasal dari bahan bakar dan
ketrampilan-ketrampilan yang berasal dari pengetahuan.
4. Bagian lain yang menguhubungkan
produsen dan konsumen adalah adanya penyediaan barang dan jasa. Penyediaan
barang dan jasa komplementer dilakukan oleh Sectional markets (pasar
seksional) dan Network markets (pasar jaringan).
5. Disposisi
surplus petani tidak saja
dapat mempengaruhi dana dan keuntungan petani, akan tetapi juga dana sewa
tanahnya, dan melalui kedua dana itu mempengaruhi keseimbangan yang rapuh antar
dana-dana subsistensi, penggantian, dan seremonial.Mekanisme
pasar bebas yang berlaku juga ikut
menyudutkan petani, karena selama ini kalangan petani produsen di Indonesia
masih memiliki ketidakmampuan tawar-menawar dengan pembeli untuk memperoleh
harga produknya yang wajar.
6. Disposisi
surplus petani tidak saja
dapat mempengaruhi dana dan keuntungan petani, akan tetapi juga dana sewa
tanahnya, dan melalui kedua dana itu mempengaruhi keseimbangan yang rapuh antar
dana-dana subsistensi, penggantian, dan seremonial. Domain adalah hak milik tanah pada tingkat terakhir atau
pengawasan atas penggunaan suatu daerah tertentu. Disposisi
surplus petani tidak
saja dapat mempengaruhi
dana dan keuntungan petani, akan tetapi juga dana sewa tanahnya, dan melalui
kedua dana itu mempengaruhi keseimbangan yang rapuh antar dana-dana
subsistensi, penggantian, dan seremonial.
DAFTAR PUSTAKA
Daniel, Moehar. 2004. Pengantar
Ekonomi Pertanian. Jakarta : Bumi
Aksara
http://syfaawan.blogspot.com/2013/01/resume-buku-petani.html (Diakses pada 28 Februari 2014)
http://
repository.unhas.ac.id/bitstream/.../skripsi.docx
(Diakses pada 28 Februari 2014)
http://feryboys.blogspot.com/2014/01/kaum-tani-dan-masalah-masalah-mereka.html(Diakses
pada 28 Februari 2014)
http://repository.upnyk.ac.id/3244/1/Buku_Sosperd-Eko_Murdiyanto.pdf (Diakses pada 19 Maret 2014)
http://renianindhalutfika.wordpress.com/belajar-melupakan-kebodohan (Diakses pada 27 Maret 2014)
http://acepabdull.wordpress.com/2012/04/12/dinamika-hutan-tropis (Diakses pada 31 Maret 2014)
http://harianhaluan.com/index.php?option=com_content&view=article&id=1894:posisi-tawar-petani-indonesia-lemah&catid=11:opini&Itemid=83 (Diakses
pada 1 Juni 2014)
http://pfi3pdata.litbang.deptan.go.id/petani/ (Diakses
pada 1 Juni 2014)
http://diperta.jabarprov.go.id/index.php/subMenu/informasi/tajuk_rencana/detailsorotan/77 (Diakses
pada 1 Juni 2014)
0 komentar:
Posting Komentar